SHOWROOM TRIPLE TUJUH TRACK
Jl. Kp. Rw. Sapi, Jawa Barat, ID
Tinggi Gelombang Tujuh Hari kedepan
Dikeluarkan: Friday, 13 December 2024 13:00
Berlaku mulai Saturday, 14 December 2024 07:00 Sampai Friday, 20 December 2024 19:00
Prakiraan Tujuh Hari kedepan
Prakiraan gelombang satu minggu ke depan merupakan informasi prakiraan gelombang berlaku hingga 7 hari kedepan yang memuat prakiraan tinggi gelombang dan potensi hujan lebat disertai petir. Prakiraan gelombang satu minggu ke depan mencakup prakiraan gelombang per hari, khusus untuk prakiraan hari pertama hingga hari ketiga ditambahkan prakiraan potensi hujan lebat disertai kilat / petir di wilayah perairan Indonesia.
Konsep Tujuh Malaikat Agung ditemukan dalam beberapa karya sastra Yahudi awal.
Istilah malaikat agung sendiri tak ditemukan dalam Alkitab Ibrani. Dalam Perjanjian Baru, istilah malaikat agung hanya ditemukan dalam 1 Tesalonika 4:16 dan Yudas 1:9, dimana istilah tersebut merujuk kepada Mikael, yang dalam Daniel 10:13 disebut 'salah satu kepala pangeran dan 'pangeran besar'. Dalam Septuagint, ia disebut 'malaikat besar."[1]
Gagasan tujuh malaikat agung secara paling eksplisit disebutkan dalam deuterokanonikal Kitab Tobit dimana Rafael mewahyukan diri sendiri, mendeklarasikan: "Aku ini Rafael, satu dari ketujuh malaikat yang melayani di hadapan Tuhan yang mulia." (Tobit 12:15) Dua malaikat agung lain yang disebutkan namanya dalam Alkitab adalah Mikael dan Gabriel. Empat nama malaikat agung lain berasal dari tradisi.
Sebuah tradisi malaikat agung semacam itu berasal dari apokrifa Yahudi Perjanjian Lama, yakni Kitab Malaikat Penjaga dari abad ketiga SM,[2] yang kemudian digabung dengan beberapa kitab lain menjadi 1 Henokh (Kitab Henokh),[3][4][5] dan menjadi bagian dari kitab kanonik Gereja Tewahedo Ortodoks Ethiopia, meskipun pada abad ketujuh, kitab tersebut ditolak oleh para pemimpin Kristen dari seluruh mahzab sebagai kitab kanonik, dan meskipun sejalan dengan tradisi-tradisi apostolik Yahudi dan gereja perdana (serta tulisan para pemimpin Kristen awal), kitab tersebut diturunkan dari status akademik dan relijius yang sejalan dengan kitab kanonik lainnya, membaut teks tersebut tak ditemukan dalam sebagian besar belahan dunia, karena kitab tersebut dilarang dari abad ke-7 Masehi. Daftar malaikat yang masih ada hanya sebagai bagian dari tradisi lisan yang berbeda satu sama lain tergantung pada wilayah geografis.
Rujukan-rujukan Kristen spesifik terawal adalah pada akhir abad ke-5 sampai awal abad ke-6: Pseudo-Dionisius menyebut mereka sebagai Mikael, Gabriel, Rafael, Uriel, Kamael, Yofiel, dan Zadkiel.[6] Paus Santo Gregorius I menyebut mereka sebagai Mikael, Gabriel, Rafael, Uriel (atau Anael), Simiel, Origiel, dan Raguel. Dalam kebanyakan tradisi lisan Kristen Protestan, hanya Mikael dan Gabriel yang disebut sebagai "malaikat agung", seperti halnya kebanyakan pandangan Muslim aliran utama. Sementara dalam tradisi-tradisi Kristen Katolik Roma, Rafael juga diliputkan, membuat kelompok tersebut berjumlah tiga.
Dalam Gereja Katolik, tiga malaikat agung disebutkan namanya dalam kitab kanon: Mikael, Gabriel, dan Rafael. Rafael muncul dalam deuterokanonika Kitab Tobit, dimana ia dideskripsikan sebagai "salah satu dari tujuh malaikat yang yang melayani di hadapan Tuhan yang mulia",[7] sebuah frase yang disebutkan ulang dalam Wahyu 8:2–6.
Beberapa pandangan Gereja Ortodoks Timur, yang tertuang dalam Alkitab Slavonik Ortodoks (Alkitab Ostrog, Alkitab Elizabeth, dan kemudian Alkitab Sinodal Rusia), juga mengakui 2 Esdras, yang menyebut Uriel. Gereja Ortodoks Timur dan gereja-gereja Katolik Timur dari tradisi Bizantium, memuliakan tujuh malaikat agung dan terkadang delapan. Mikael, Gabriel, Rafael, Uriel, Selafiel (Salatiel), Yegudiel (Yehudiel), Barakiel, dan yang kedelapan, Yerahmel (Yeremiel).[8]
Selain Uriel, Kitab Henokh, yang tak dainggap kanonik bagi sebagian besar gereja Kristen, menyebut Raguel, Sariel, dan Yerahmel dalam pasal 21, sementara sumber apokrifa lainnya menyebut nama Izidkiel, Hanael, dan Kepharel.[9]
Dalam tradisi Ortodoks Koptik, tujuh malaikat agung tersebut disebut sebagai Mikael, Gabriel, Rafael, Suriel, Zadkiel, Saratiel, dan Aniel.[10][11][12]
Dalam tradisi Anglikan dan Episkopal, mereka terdiri dari tiga atau empat amalaikat agung dalam kalender untuk 29 September, perayaan Santo Mikael dan Seluruh Malaikat (juga disebut Michaelmas), yakni Mikael, Gabriel, dan Rafael,[13] dan sering kali juga Uriel.[14][15][16][17][18]
Meskipun dalam Kitab Henokh, Ramiel disebut sebagai salah satu pemimpin 200 Grigori, para malaikat jatuh, pemimpin tersebut diidentifikasikan sebagai Semjaza. Nama-nama lain yang berasal dari pseudepigrafa dan diakui oleh gereja-gereja Ortodoks Oriental adalah Selafiel, Yegudiel, dan Raguel.
Dalam Ismailisme, terdapat tujuh kerubim, berbanding dengan Tujuh Malaikat Agung yang diperintahkan untuk bersujud kepada Qadar.[19]
Dalam agama Yazidi, terdapat tujuh malaikat agung, yakni Jabra'il, Mika'il, Rafa'il (Israfil), Dadra'il, Azrail dan Shamkil (Shemna'il) dan Azazil, yang diperintahkan oleh Allah untuk merawat dunia yang diciptakan oleh-Nya.[20]
Berbagai sistem oklutis mengaitkan setiap malaikat agung dengan salah satu dari "tujuh luminer" tradisional (tujuh objek yang dapat dilihat dengan mata telanjang di langit: tujuh planet klasik): matahari, bulan, Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, dan Saturnus.[21]
Menurut Rudolf Steiner, empat malaikat agung juga mewakili kegiatan spiritual periode atas musim-musim: musim semi adalah Rafael, musim panas adalah Uriel, musim gugur adalah Mikael dan musim dingin adalah Gabriel.[22]
Tujuh Dosa Mematikan (bahasa Inggris: Seven Deadly Sins) merupakan pengelompokan dan penggolongan atas dosa-dosa atau tindakan-tindakan tercela dalam ajaran Kekristenan,[1] meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alkitab. Suatu sifat, tingkah laku, tindakan, atau kebiasaan digolongkan dalam kelompok ini jika hal-hal tersebut secara langsung menimbulkan dosa-dosa, tindakan-tindakan tercela, atau kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya.[2] Sebagai contoh, seseorang yang membiarkan dirinya terus dikuasai kemarahan dapat melakukan balas dendam dengan cara membunuh, seseorang yang dikuasai ketamakan dapat melakukan korupsi (mencuri) jika ada kesempatan. Membunuh, mencuri, dan dendam merupakan dosa-dosa akibat yang ditimbulkan oleh kemarahan dan ketamakan yang merupakan dosa-dosa pokok.
Berdasarkan daftar baku yang umum dewasa ini, 7 dosa pokok terdiri dari kesombongan, ketamakan, kemarahan (KGK: kemurkaan), iri hati (KGK: kedengkian), hawa nafsu (KGK: percabulan), kerakusan, dan kemalasan (KGK: kelambanan atau kejemuan). Masing-masing dari dosa pokok tersebut berlawanan dengan masing-masing kebajikan (virtues). Konon, dosa-dosa atau kecelaan-kecelaan pokok ini merupakan lawan dari kebajikan, yang mana diakibatkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang melenceng dari kebaikan, yang mengaburkan suara hati dan membuat seseorang cenderung melakukan hal buruk.[2][3] Dosa-dosa pokok ini juga kerap dianggap sebagai bentuk pelanggaran atau tindakan berlebihan atas kemampuan atau nafsu alamiah manusia (misalnya, kerakusan merupakan bentuk penyalahgunaan dari rasa lapar alami akan makan).
Daftar dosa-dosa mematikan mengalami beberapa perkembangan atau penyesuaian sepanjang sejarah. Yang umum digunakan saat ini adalah hasil revisi dari Santo Gregorius Agung (Paus Gregorius I), sebagaimana dituliskan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) #1866.[2][4]
Kesombongan (bahasa Inggris: pride bahasa Latin: superbia) atau kecongkakan atau keangkuhan adalah awal segala dosa; bukan semata-mata berarti bahwa semua dosa berasal dari kesombongan, tetapi karena semua dosa secara alami timbul dari kesombongan. Santo Thomas Aquinas yang menyatakan hal tersebut menjelaskan bahwa meninggalkan Tuhan adalah bagian pertama atau berawal dari kesombongan.[5]
Kesombongan adalah hasrat berlebihan disaat manusia menilai dirinya terlalu tinggi; dalam tahap kepenuhannya manusia menjadikan dirinya sendiri 'tuhan' karena penolakan untuk menundukkan akal budi dan keinginannya pada Tuhan, termasuk tunduk pada mereka yang dalam kewenangan mewakili-Nya. Kesombongan hanya dapat ditundukkan dengan mengembangkan kebajikan/keutamaan yang adalah lawannya, yaitu kerendahan hati.[6][7]
Ketamakan (bahasa Inggris: greed, avarice, bahasa Latin: avaritia), atau keserakahan, adalah keinginan tak terkendali atas materi atau harta duniawi. Dalam Kitab Suci tertulis bahwa orang yang tamak tidak pernah memiliki uang yang cukup dan tidak pernah penghasilannya terpuaskan (Pengkhotbah 5:9).[8] Santo Paulus mengatakan bahwa cinta akan uang adalah akar segala kejahatan dan menyebabkan seseorang dapat menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya sendiri (1 Timotius 6:10); menggambarkan betapa seriusnya dosa pokok ini. Lawan dari dosa ketamakan adalah keutamaan kemurahan hati...[6]
Iri hati (bahasa Inggris: envy, bahasa Latin: invidia) adalah suatu kekecewaan atau kecemburuan atas keuntungan orang lain dan menghendakinya untuk dimiliki sendiri dengan cara yang tidak adil. Sehingga seseorang melakukan dosa berat karena menginginkan yang jahat bagi sesamanya. St Gregorius Agung mengatakan bahwa iri hati menimbulkan kedengkian, fitnah, hujat, kegirangan akan kesengsaraan sesama, dan menyesalkan keberuntungannya. (KGK #2539)[9] Kebajikan yang adalah lawannya adalah kebaikan hati; namun mengingat kesombongan adalah 'ibu dosa' maka kerendahan hati mutlak dibutuhkan juga. (KGK #2540)[10]
Kemarahan (bahasa Inggris: wrath, anger, bahasa Latin: ira) yang dimaksud di sini adalah kemurkaan berupa keinginan untuk membalas dendam. Kemurkaan yang besar sehingga orang ingin membunuh sesama, atau ingin melukainya, adalah kesalahan besar melawan cinta kasih dan merupakan dosa berat (Matius 5:22).[11] St. Thomas Aquinas menyatakan mengenai kemarahan yang diperbolehkan:[12]
"Tidaklah diperkenankan menginginkan pembalasan dendam, dengan suatu maksud jahat, kepada orang yang harus dihukum; tetapi sungguh terpuji jika menginginkan pembalasan dendam berupa suatu perbaikan atas kebiasaan buruk dan untuk mempertahankan keadilan."
Hawa nafsu (bahasa Inggris: lust, bahasa Latin: luxuria) yang dimaksudkan di sini adalah hawa nafsu seksual, entah romantis atau tidak, atau sering diasosiasikan dengan percabulan; suatu hasrat yang berlebihan akan kenikmatan seksual. Ungkapan kebiasaan buruk hawa nafsu menghasilkan dosa berat melawan kemurnian yaitu: perzinaan, masturbasi, perselingkuhan, pornografi, pelacuran, perkosaan. Perjuangan mengatasi hawa nafsu membutuhkan keutamaan kemurnian berupa pembersihan hati dan pengendalian diri..[13]
Kerakusan (bahasa Inggris: gluttony, bahasa Latin: gula) di sini sehubungan dengan hasrat berlebihan akan makanan ataupun minuman. Dalam tulisannya di "Summa Theologiae" St. Thomas Aquinas mengutip kata-kata St. Agustinus ketika menjawab keberatan bahwa kerakusan bukanlah dosa:[14]
"Seseorang yang menikmati daging dan minum lebih dari yang dibutuhkan haruslah mengetahui bahwa hal ini termasuk salah satu dosa ringan."
Kebajikan yang adalah lawan dari kerakusan adalah penguasaan diri dengan berpantang, tindakan nyatanya yaitu berpuasa.[15]
Kemalasan (bahasa Inggris: Sloth, bahasa Latin: acedia) adalah suatu ketidakpedulian yang utamanya berkaitan dengan hal-hal rohani. St Yohanes dari Damaskus, seorang Bapa Gereja dan Pujangga Gereja dari Timur, mendefinisikan kemalasan sebagai suatu kepiluan atau kesusahan hati yang menindas, yang begitu menekan pikiran atau budi seseorang sehingga ia tidak ingin melakukan apa-apa. Kemudian St. Thomas Aquinas menyatakan bahwa kemalasan adalah dosa karena kesusahan hati tersebut menghalangi seseorang untuk berbuat baik; baik kemalasan itu sendiri maupun dampak yang ditimbulkannya adalah jahat.[16] KGK #2094 menyatakan bahwa kejenuhan rohani atau kemalasan rohani dapat mengakibatkan seseorang menolak kegembiraan yang datang dari Allah dan membenci hal-hal ilahi. Kebencian terhadap Allah muncul dari kesombongan sehingga untuk mengatasinya, selain butuh keutamaan ketekunan, mutlak dibutuhkan kerendahan hati.[17] St. Thomas Aquino memahami acedia sebagai “kelelahan” dan “kehabisan energi,” maka “kesenangan-kesenangan” yang baik itu bagaikan kelegaan yang diberikan oleh istirahat bagi tubuh yang lelah.[18] Terapi-terapi lain bagi kesedihan sebagaimana diberikan oleh St. Thomas masih mengikuti pemikiran yang sama: meratap berarti mengakui keterbatasan kita sebagai ciptaan yang ringkih (vulnerable), demikian juga dengan membuka diri terhadap sahabat-sahabat untuk mendapatkan pertolongan, memberikan istirahat bagi tubuh dan pikiran, serta merenungkan indahnya kebenaran-kebenaran dari Tuhan.[19]
Tabel berikut adalah rangkuman seluruh dosa mematikan beserta keutamaan atau kebajikan yang adalah lawannya.
Your cart is currently empty.
Enable cookies to use the shopping cart
Kemalasan (bahasa Inggris: sloth, bahasa Latin: acedia) adalah salah satu dosa dari antara tujuh dosa pokok. Kemalasan dipandang sebagai dosa yang paling sulit untuk didefinisikan, dan untuk digolongkan sebagai dosa, karena mengacu pada pencampuradukan gagasan-gagasan khas dari zaman kuno seperti keadaan mental, spiritual, patologis, dan fisik.[1]
Kata Inggris sloth dikatakan berasal dari istilah Latin acedia atau accidia (bahasa Inggris Pertengahan: accidie) dan berarti "tanpa peduli". Secara rohani, acedia pertama-tama mengacu pada suatu penderitaan atau kesusahan yang melingkupi umat beragama, terutama para biarawan atau rahib, yang karenanya mereka menjadi tidak acuh pada tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah. Secara mental, acedia memiliki sejumlah komponen khas; komponen yang dipandang paling penting adalah kekerasan hati atau ketidakpekaan, yakni kurangnya perasaan apa pun terkait diri sendiri atau orang lain, suatu keadaan budi yang menimbulkan kebosanan, dendam, apati, dan suatu kelembaman pasif atau pemikiran lamban. Secara fisik, acedia pada dasarnya dikaitkan dengan penghentian gerak dan ketidakpedulian untuk bekerja; pengungkapannya didapati dalam tindakan kemalasan, pengangguran, dan penghindaran aktivitas.[1]
Dalam bahasa Indonesia, istilah acedia dalam konteks dosa pokok biasa diterjemahkan menjadi "kemalasan" atau "malas".[2] Terjemahan lain yang dipandang memungkinkan adalah "ketidakpedulian", namun kata "kelambanan" dan "kejemuan" dianggap sebagai terjemahan-terjemahan yang kurang tepat dari istilah acedia.[3]
Dalam karyanya, Santo Thomas Aquinas mendefinisikan kemalasan sebagai "kesedihan dalam hal kebaikan rohani" dan sebagai "kelesuan budi yang melalaikan untuk memulai kebaikan". Kesedihan atau kesusahan hati tersebut adalah juga "jahat dampaknya, apabila kesedihan itu sedemikian membebani manusia dalam hal menjauhkan dia sepenuhnya dari perbuatan-perbuatan baik."[4] Menurut Katekismus Gereja Katolik, "acedia atau kemalasan rohani lebih jauh lagi menolak sukacita yang berasal dari Allah dan membenci kebaikan ilahi."[5]
Kemalasan juga berarti tidak lagi memanfaatkan tujuh karunia Roh Kudus (Hikmat, Pengertian, Nasihat, Pengetahuan, Kesalehan, Keperkasaan, dan Takut akan Tuhan); ketidakpedulian tersebut dapat mengakibatkan terhambatnya kemajuan rohani seseorang untuk sampai pada kehidupan kekal, pengabaian tugas-tugas melakukan amal kasih kepada sesama, dan kebencian terhadap orang-orang yang mengasihi Allah.[6]
Kemalasan merupakan dosa pelalaian (omission) yang adalah juga dosa pelaksanaan (commission), dapat ditimbulkan dari dosa-dosa pokok lainnya. Sebagai contoh, seorang anak mungkin saja mengabaikan kewajibannya kepada orang tuanya karena kemarahan. Kendati keadaan kemalasan dan kebiasaan kemalasan tergolong sebagai dosa berat, kebiasaan ataupun keadaan dari jiwa yang condong ke arah keadaan kemalasan berat tahap akhir belum tentu merupakan dosa berat, kecuali dalam kondisi tertentu.[6]
Dalam Filokalia, kumpulan naskah kuno dari tradisi Ortodoks Timur, digunakan istilah dejection (kekecewaan atau kepatahan hati) sebagai ganti istilah sloth (kemalasan), karena orang yang jatuh ke dalam kekecewaan akan kehilangan minat dalam hidupnya.
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Dalam kisah turun-temurun orang Yahudi, ketujuh penghulu malaikat ini adalah
Kitab Wahyu 8:2-6 menyebutkan ada 7 malaikat. Dalam Gereja Katolik, tiga malaikat agung disebutkan namanya dalam kitab kanon: Mikael, Gabriel, dan Rafael. Rafael muncul dalam deuterokanonika Kitab Tobit 12:15, dimana ia dideskripsikan sebagai "salah satu dari tujuh malaikat yang yang melayani di hadapan Tuhan yang mulia," sebuah frase yang disebutkan dalam Alkitab PB: Wahyu 8:2-6.
Beberapa pandangan Gereja Ortodoks Timur, yang tertuang dalam Alkitab Slavonik Ortodoks (Alkitab Ostrog, Alkitab Elizabeth, dan kemudian Alkitab Sinodal Rusia), juga mengakui Kitab 2 Esdras, yang menyebut "Uriel."
Dalam versi-versi literatur lainnya, masih ada nama-nama Malaikat Agung (Penghulu Malaikat), misalnya:
"spy of God." Kitab Henokh, yang tak masuk dalam kitab kanonik bagi sebagian besar gereja Kristen, menyebut nama-nama Malaikat: Uriel, Raguel, Sariel, dan Yerahmel dalam pasal 21, sementara sumber apokrifa lainnya menyebut nama Izidkiel, Hanael, dan Kepharel. Dalam tradisi Ortodoks Koptik, tujuh malaikat agung tersebut disebut sebagai Mikael, Gabriel, Rafael, Suriel, Zadkiel, Saratiel, dan Aniel (Reff: James F. Driscoll, "St. Raphael" in The Catholic Encyclopedia, New York 1911).
Dalam Kabalah, mempercayai ada sepuluh malaikat agung , mereka adalah anggota
(penghulu malaikat) masing-masing ditugaskan untuk satu sephira (Pohon Kehidupan (Jamak:
Kitab 1 Henokh pasal 20 menyebutkan tujuh malaikat suci yang menjaga, yang sering dianggap sebagai tujuh malaikat utama: Michael, Raphael, Gabriel, Uriel, Saraqael, Raguel, dan Remiel. Kehidupan Adam dan Hawa bersama-sama dengan malaikat-malaikat utama juga: Michael, Gabriel, Uriel, Raphael dan Joel. Filsuf Yahudi Abad Pertengahan Maimonides membuat hierarki malaikat-malaikat (Metzger & Coogan, Oxford Companion to the Bible, Oxford University Press, 1993, hlm. 54).
Biblical Hebrew Research Center– STT Ekumene
Lecturer in Biblical Studies - Israel Bible Center